Archive for the ‘Penelitian Hukum’ Category

ASAS-ASAS HUKUM AGRARIA DALAM UUPA

Wednesday, September 19th, 2012

a. Asas Kebangsaan (pasal 1 UUPA)
Pasal 1
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
(4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.
(5) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini.

b. Asas Hak Menguasai Negara (pasal 2 UUPA)

Pasal 2.
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa,
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

c. Asas pengakuan Hak Ulayat (pasal 3 UUPA)
Pasal 3.
Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

d. Asas Hukum Agraria Nasional berdasar hukum adat (pasal 5 UUPA)
Pasal 5.
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

e. Asas Fungsi Sosial (pasal 6 UUPA)
Pasal 6.
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

f. Asas Landreform (pasal 7, 10 dan 17 UUPA)
Pasal 7.
Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.
Pasal 10.
(1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
(2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan.
Pasal 17.
(1) Dengan mengingat ketentuan dalam pasal 7 maka untuk mencapai tujuan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
(2) Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
(3) Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
(4) Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1)
pasal ini, yang akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara berangsur-angsur.

g. Asas Tata Guna Tanah (pasal 13, 14 dan 15 UUPA)
Pasal 13.
(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.
(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria.
Pasal 14.
(1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya:
a. untuk keperluan Negara,
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
(2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
(3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pasal 15.
Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

h. Asas Kepentingan Umum (pasal 18 UUPA)
Pasal 18.
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

i. Asas Pendaftaran Tanah (pasal 19 UUPA)
Pasal 19.
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
(3) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.
(4) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Bloggy Readers…
InsyaAllah, dalam waktu dekat saya akan bahas dengan uraian dan contoh-contoh masing-masing asas, bukan cuma ngutip dari UUPA seperti ini. sing sabar ya.. masih sedang dikonsep dan dikembangkan. sekarang saya capcuzz penelitian ke kabupaten Malang dulu ya.. rute pertama ke BPN kabupaten, kantor Bappeda lalu menuju pakisaji dan Kepanjen. terpaksa berangkat sendir nih, abis kawan2 seperjuangan lagi pada sibuk. doakan lancar ya…

Tinjauan yuridis terhadap penggunaan Blanko Akta PPAT dikaitkan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang PPAT

Thursday, March 22nd, 2012

Penulis :Herlindah
Pembimbing: Dr. Sutanto, SH.,MS

ABSTRACT : Herlindah1, Sutanto2 The thesis entitled THE JUDICIAL PERSPECTIVE ON USING THE PPAT CERTIFICATE BLANK RELATED TO THE ENFORCEMENT OF PPAT’S FUNCTION AND AUTHORITY. This research aims to know the objection of using PPAT certificate blank in making the PPAT certificate, The legal consequence for not using the PPAT certificate blank in accordance with The State Ministry of Agrarian Affairs/The Head of National Land Affairs Decree No. 3 year 1997 and The enforcement of PPAT’s function and authority related to the command of using PPAT certificate blank. This research is judicial-normative, which focuses on library research to obtain secondary data. It is also completed with field research for primary data by means of interviews. It was conducted in Province of DKI Jakarta. The data were analyzed descriptively and qualitatively. The research result show that: 1. The objection of using PPAT certificate blank can not be separated from the background of the situation of the first time the using of PPAT certificate blank was commanded. It was commanded for properly administration and to simplify the enforcement of PPAT’s duty and authority. 2. Accordance with The State Ministry of Agrarian Affairs/The Head of National Land Affairs Decree No. 3 year 1997, not using the PPAT certificate blank cause its PPAT certificate will be rejected by the officials of the Regional Land Office. So, it has a consequence that the PPAT certificate can not be registered. But, Based on the analyses on this research, the authenticity of the PPAT certificate is not determined by the using of PPAT certificate blank. 3. The enforcement of PPAT’s function and authority has obstacles specially whenever the run-out of PPAT certificate blank has occurred at its official provider. This evidence proves that in the frame of legal certainty, the command of using PPAT certificate blank in making PPAT certificate needs to be re-considered.

INTISARI : Herlindah1, Sutanto2 Tesis ini berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN BLANKO AKTA PPAT DIKAITKAN DENGAN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG PPAT. Bertujuan untuk mengetahui tujuan adanya ketentuan diharuskannya menggunakan blanko akta PPAT di dalam pembuatan akta PPAT, akibat hukumnya jika di dalam membuat akta tanah PPAT tidak menggunakan blanko akta PPAT yang telah ditentukan PMNA/ Ka BPN Nomor 3 tahun 1997 dan bagaimana pelaksanaan tugas dan wewenang PPAT dikaitkan dengan adanya ketentuan diharuskannya penggunaan blanko akta PPAT tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang fokus pada studi kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder. Untuk mendapatkan data primer, penelitian ini juga dilengkapi dengan studi lapangan dengan metode wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Penulis memilih provinsi DKI Jakarta sebagai wilayah penelitian. Data-data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Tujuan adanya ketentuan penggunaan blanko Akta PPAT di dalam membuat akta PPAT tidak dapat dipisahkan dari latar belakang keadaan pada saat pertama kali perintah mengenai penggunaan blanko akta PPAT tersebut dibuat yaitu untuk tertib administrasi dan untuk mempermudah pelaksanaan tugas dan wewenang PPAT. 2. Berdasarkan PMNA/ Ka BPN No.3 Tahun 1997, tidak digunakannya blanko akta PPAT di dalam membuat akta PPAT mengakibatkan akta PPAT tersebut akan ditolak oleh petugas kantor pertanahan. Hal ini menyebabkan akta PPAT tersebut tidak dapat di daftarkan di kantor pertanahan sehingga tidak ada kepastian hukum. Akan tetapi, berdasarkan analisis di dalam penelitian ini, keotentikan suatu akta tidak ditentukan oleh penggunaan blanko akta PPAT. 3. Pelaksanaan tugas dan wewenang PPAT mengalami hambatan, khususnya ketika terjadi kekosongan/ kelangkaan akta PPAT. Hal ini membuktikan bahwa dalam rangka penegakan kepastian hukum, terhadap perintah penggunaan blanko akta PPAT di dalam membuat akta PPAT perlu dilakukan peninjauan ulang. Kata kunci: Penggunaan Blanko Akta PPAT

Kata kunci Akta PPAT,Blanko Akta PPAT
Program Studi S2 Ilmu Hukum (Magister Kenotariatan) UGM
No Inventaris c.1 (3677-H-2007)
Deskripsi x, 94 p., bibl., ills., 29 cm
Bahasa Indonesia
Jenis Tesis
Penerbit [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2007
Lokasi Perpustakaan Pusat UGM
File Dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

Dimana..dimana..dimana..?

Friday, November 11th, 2011

Oleh Herlindah, SH, M.Kn

caught red handed

Lihatlah gambar ini! Lihat tangan ibu di gambar itu dan lihat juga bungkusan plastic yang terbang di atas sungai itu! Kalau Ayu Ting-ting nyanyi “dimana..dimana..dimana..” itu karena mencari alamat lelaki yang dianggap kekasihnya, kalau saya nyanyi mencari dimana logikanya?

Gambar itu diambil pada 4 November 2011, lokasinya di bantaran sungai Brantas kelurahan Satrian kecamatan Blimbing Kota Malang dan ibu di poto itu adalah salah satu warga kelurahan Satrian. Sementara menunggu waktu menjemput anak dari sekolah (kebetulan ngajar sedang libur karena UTS) jadi saya iseng-iseng dengan motor mio merah perjuangan (3MP) menelusuri kota Malang, khususnya di wilayah pemukiman padat sepanjang sungai Brantas. Pikir saya, kalau-kalau saya dapat ilham *nyengirkuda* minimal bisa menumbuhkan rasa syukur di hati saya kalau hidup saya jauh lebih beruntung.

Bayangkan, ibu tadi itu rumahnya tepat di pinggir sungai tempat ia buang sampah. Apakah dia tidak tahu kalau buang sampah di sungai itu buruk dan jelek sekalle..alias very-very bad! Yang pasti dampak pertama kali yang merasakan ya pasti dia dan keluarga. Dengan membuang sampah seperti itu, akibatnya sungainya menjadi kotor, apalagi pake nyangkut-nyangkut segala tuh sampah di sisi-sisi sungai. Pemandangan jadi jelek, aroma tidak sedap, sumber penyakit dan rawan kebanjiran pula. Tapi kenapa dia tetap buang sampah disitu? Apa tidak kepikiran? Atau pikirnya, “ah, yang buang sampah cuman saya sendiri ini..” atau “biarlah, wong nanti juga ada yang bersihkan di hilirnya..”. atau bisa jadi, menurutnya apa yang dia lakukan sudah tepat, karena sungai mestinya akan mengalir ke hilir dan membawa sampah-sampah itu ke laut dan busuk dan akhirnya hancur. Ah..nyanyi saja..”dimana…dimana…dimana..”.

Kalau kita bicara latar belakang mengapa si ibu itu berprilaku demikian maka akan panjang ceritanya. Tapi bolehlah kita-kita ini yang berada di menara gading ini, membicarakannya sekedar menggugah semangat kita agar kita terutama saya bisa menjadi lebih peduli dengan apa yang terjadi di sekitar.

Secara membabi buta, saya katakana ibu itu telah berprilaku disorder (tanpa aturan alias kacau) tidak punya konsep kebersihan! Jorok!… e,e,e..tunggu dulu. Pantaskah dia dikatakan begitu? Kalau dia membuang sampahnya ke sungai, justru dia punya konsep kebersihan. Sebab, dia tidak ingin rumahnya kotor. Dia ingin rumahnya bebas dari sampah-sampah. Karena itu dia jauhkan sampah-sampah itu dari rumahnya dengan membuangnya ke sungai. Jadi, apa sebab dia membuang ke sungai?

Jawabnya, mungkin dia bingung harus membuang kemana. Sebab kalau harus membuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) mungkin terlalu jauh, capek. Sementara kalau harus membayar kurir alias tukang antar jemput sampah, waduh eman.. mending buat jajan anak atau buat tambah-tambah sayur di dapur. Sementara itu, di depan mata ada sungai..adduuuh, mana tahan?

Bisa jadi juga, mereka juga sebenarnya faham apa akibatnya dan bagaimana seharusnya, hanya saja mereka enggan untuk melakukan. Mereka hanya berpikir sebatas kebutuhan dan kenyamanan mereka sendiri.

Kalau satu ibu itu, dua yang lain, tiga ada yang seperti itu juga..hingga hampir semua warga sekitar sungai berperilaku seperti itu semua, apa yang akan terjadi? Nah, untuk sementara kulo nyuwun sewu lho.. untuk katakan kalau mereka-mereka ini adalah orang yang tidak punya aturan. Kalau sudah begini, sementara kita menyadari bahwa akibat perbuatan mereka dampaknya akan dirasakan semua tidak hanya warga sekitar sungai tapi se-kota Malang, se-Jatim, se-Indonesia, se-Asia hingga se-dunia. Masa’ kita diam saja?!

Pertanyaannya, siapa yang paling berhak ngatur mereka? Idealnya, yang ngatur mereka sebelumnya yang lain adalah diri sendiri. Ingat kata-kata: “Aturlah dirimu sebelum orang lain yang melakukannya!”. Saya yakin di antara para warga sudah banyak yang menyadari akan semestinya bagaimana tapi rupanya si warga yang sadar ini tidak ada kuasanya untuk mengikat warganya yang lain agar taati ikuti kesadaran itu bersama. Karena itu, menurut saya harus ada yang memaksa. Apa itu? Adanya aturan hukum yang jelas sebagai pedoman warga.

Aturan hukum ada, tidak hanya diperlukan kalau terjadi konflik, akan tetapi aturan hukum juga diperlukan untuk memberikan semacam rasa kepastian dan patokan yang bisa dipegang (rechts-zekerheid) oleh masyarakat/warga. Disini masyarakat memerlukan patokan yang jelas dimana dan dengan alas an-alasan apa mereka harus melakukan/melaksanakan perintah di dalam aturan hukum tersebut.

Memang terkadang kita menemukan konflik yang “laten dan mendalam” sifatnya, antara apa yang dirasakan adil (rechtmatig) dan apa yang dirasakan penting untuk suatu aturan hukum dan kebijakan di dalamnya (doelmatig). Tetapi yang pasti, dua-duanya memerlukan patokan yang jelas dan mantap, agar masing-masing pihak, baik masyarakat (yang diatur) maupun yang membuat aturan aturan kebijakan itu sendiri sehingga masing-masing tahu secara pasti bagaimana seharusnya berbuat.

Kawans, tulisan ini hanya pentilnya saja. Perjalanan hati dan pikiran kita masih panjang. Jangan berhenti..