Posts Tagged ‘Menulis’

MENYUSUN PARAGRAF YANG BAIK

Friday, March 1st, 2013

Dear Bloggy Readers,

Terus terang kalau boleh dikatakan gagal hampir kebanyakan dari kita gagal memiliki skill menulis yang baik. Padahal kita sudah belajar Pelajaran Bahasa Indonesia sejak kelas 1 SD hingga perguruan tinggi. Kegagalan ini makin saya rasakan ketika saya mulai menjadi pembimbing kuliah kerja lapang (KKL) dimana sering kali saya temui proposal mahasiswa  “isi”nya kacau. Bukan dikarenakan salah berpikir atau idenya kurang menarik tapi karena susunan kalimat per-paragrafnya yang belum tepat.

Bila mengingat kembali bagaimana metode pembelajaran menulis kita dulu, saya jadi malu sendiri. Murid-murid biasanya diberi tugas mengarang, lalu dikumpulkan dan diberi nilai. Tanpa diberi kesempatan atau diajak diskusi bersama apakah karangan kita itu sudah benar baik dari segi isi cerita maupun tulisannya. Sehingga menurut saya wajar saja kalau kualitas tulisan kita semua saat ini seperti ini.

Tapi, baiknya jangan dulu simpulkan GAGAL, mari kita sama-sama belajar kembali. ini ada tulisan menarik yang WAJIB dibaca oleh semua orang yang merasa SKILL menulisnya kurang atau pas-pasan. Menurut penulis artikel ini, bakat haya 10% saja, sisanya kemauan…

MENYUSUN PARAGRAF YANG BAIK

Kemampuan menulis bukan karena bakat. Bakat hanya 10% dari pendukung kemampuan menulis seseorang, selebihnya adalah kemauan atau niat, wawasan, daya imajinasi, disiplin, kreativitas, persepsi, tangguh atau tidak mudah putus asa, penguasaan teknik menulis, dan kemampuan berbahasa.
Selain kesulitan untuk memulai sebuah tulisan, seorang penulis pemula pada umumnya kesulitan untuk menyusun sebuah paragraf yang koheren. Seorang penulis pemula belum memiliki kemampuan yang cukup untuk mengakhiri sebuah paragraf dan untuk mengawali sebuah paragraf. Pergantian paragraf hanya dilakukan apabila ada keinginan untuk berganti atau karena sudah terlalu panjang, bukan karena adanya pergantian ide.
Kesulitan penulis pemula di atas dapat diatasi dengan mempelajari terlebih dahulu syarat-syarat paragraf yang baik. Tidak cukup sampai di situ saja, seorang penulis perlu terus berlatih menulis sehingga ada semacam sensor otomatis yang membuat seorang penulis ingin berganti paragraf ketika menulis. Hal itu bisa terjadi karena penulis sudah terbiasa dengan keadaaan bahwa setiap pergantian ide akan diikuti dengan pergantian paragraf.
Pergantian paragraf perlu dilakukan oleh seorang penulis untuk memberi kesempatan kepada pembaca berkonsentrasi kepada paragraf selanjutnya. Tulisan yang tanpa paragraf atau menggunakan paragraf yang kacau akan mempersulit pembaca dalam memahami setiap ide yang ada. Pembaca akan merasa tersiksa karena harus membaca berulang-ulang apa yang telah dibacanya.

Apa itu Paragraf?
Sebuah tulisan yang utuh, misalnya artikel, esai, berita, dan resensi pasti disusun atas beberapa paragraf. Setiap paragraf tersusun atas beberapa kalimat. Kalimat-kalimat yang menyusun paragraf tentunya haruslah saling berhubungan satu dengan lainnya. Kalimat kedua tentunya menjelaskan kalimat sebelumnya, begitu juga kalimat ketiga pasti akan berhubungan dengan kalimat yang keempat. Kalau itu terjadi, paragraf tersebut dapat dikatakan koheren atau padu.
Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan paragraf? Beberapa ahli berpendapat bahwa paragraf adalah kelompok kalimat yang saling berhubungan untuk membentuk sebuah ide. Paragraf dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan pernyataan penulis sebagai suatu unit atau kesatuan dalam pengembangan persoalannya. Paragraf dapat pula diartikan sebagai kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas daripada kalimat.
Masih banyak lagi tentang paragraf, tergantung dari sudut pandang pendefinisiannya. Paragraf adalah unit pikiran atau perasaan yang biasanya tersusun atas beberapa unit (kalimat) dan bertindak sebagai bagian dari unit yang lebih besar, yaitu wacana. Paragraf dapat dinyatakan sebagai (1) bagian tulisan yang lebih panjang, (2) sekelompok kalimat yang berhubungan secara logis, disusun dari bagian-bagian yang menyatu dan didasarkan pada satu topik tunggal, (3) sebentuk kalimat luas, dan (4) sebuah karangan berbentuk mini.
Dari berbagai pendapat tersebut selalu disebutkan bahwa paragraf adalah sebuah kumpulan atau kelompok kalimat. Dengan demikian, sebuah paragraf selalu dibangun atas beberapa kalimat yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Kalimat yang satu bertindak sebagai kalimat topik, sedangkan yang lain berkedudukan sebagai kalimat penjelas.

Syarat Paragraf yang Baik
Tidak semua kumpulan kalimat dapat dikatakan sebagai sebuah paragraf, dan tidak semua paragraf dapat dikatakan sebagai paragraf yang baik. Kumpulan kalimat yang saling berhubungan dan memenuhi persyaratan tertentu sajalah yang dapat dikatakan sebuah paragraf. Paragraf yang baik hendaklah memenuhi persyaratan: kesatuan, kepaduan, kelengkapan, dan urutan.
Paragraf hendaknya hanya memuat satu kalimat topik dan setiap paragraf hendaknya memiliki unsur kelengkapan, yaitu memiliki beberapa kalimat penjelas yang bisa berupa fakta-fakta atau contoh-contoh. Selain itu, kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut hendaknya benar-benar saling berhubungan. Secara lengkap, syarat paragraf yang baik adalah sebagai berikut.

1) Kesatuan (Unity)
Anda tentunya pernah mengalami kesulitan tentang cara mengakhiri atau berganti paragraf ketika mendapat tugas mengarang dari guru Anda. Kesulitan itu terjadi karena Anda kurang memahami bahwa tulisan Anda telah berganti kalimat topik. Perubahan topik itu merupakan tanda pergantian paragraf.
Paragraf yang mengandung banyak kalimat topik dapat mengaburkan maksud sehingga dapat membingungkan para pembaca. Apabila ada sebuah paragraf yang memiliki dua kalimat topik, paragraf tersebut dapat dikatakan tidak memiliki unsur kesatuan. Paragraf harus memperlihatkan suatu maksud dengan jelas, yang biasanya didukung oleh sebuah kalimat topik atau kalimat utama, seperti tampak pada contoh paragraf di bawah ini!

Di masa kecil, Bung Hatta berkembang seperti anak-anak biasa, tetapi ia kurang memiliki sahabat ber¬main. Hal itu disebabkan tetangga-tetangga Bung Hatta tidak mempunyai anak seusianya dan di keluarganya sendiri Hatta me¬ru¬pakan satu-satunya anak lelaki. Kadang-kadang Bung Hatta bermain sendiri dengan cara membuat miniatur lapangan bola, sedangkan pemain-pemainnya dibuat dari gabus yang dibebani dengan timah. Bola dibuatnya dari manik bundar. Hatta mema¬in¬kan sendiri permainan sepak bola itu dengan asyiknya.
Bung Hatta termasuk orang hemat. Setiap kali diberi uang belanja orang tuanya, yang pada waktu itu sebenggol, ia selalu menabungnya. Caranya, uang logam itu disusunnya sepuluh-sepuluh dan disimpan di atas mejanya. Jadi, setiap orang yang mengambil atau mengusiknya, Hatta selalu tahu. Namun, kalau orang me¬min¬ta dengan baik dan Hatta menganggap perlu diberi, tak segan-segan ia akan memberikan apa yang dimilikinya.
(cetak miring: kalimat topik)
2) Kepaduan (coherence)
Paragraf yang baik harus memperlihatkan hubungan antarkalimat yang erat. Paragraf yang dibangun dari kalimat-kalimat yang loncat-loncat berarti paragraf tersebut tidak koheren atau tidak padu. Apabila tidak ada kepaduan (koherensi), loncatan-loncatan pikiran, urutan waktu dan fakta yang tidak teratur akan terjadi sehingga menyimpang dari kalimat topik.
Selanjutnya, bagaimana cara menciptakan kepaduan antarkalimat dalam sebuah paragraf? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, masih ingatkan Anda ketika Anda masih kecil menyanyikan lagu Bangun Tidur? Secara lengkap, apabila ditulis dalam sebuah paragraf akan berbunyi sebagai berikut.
Bangun tidur kuterus mandi (1). Tidak lupa menggosok gigi (2). Habis mandi kutolong ibu (3). Membersihkan tempat tidurku (4).

Paragraf di atas dibangun atas empat kalimat. Kalimat pertama sampai keempat saling berhubungan karena adanya urut-urutan waktu dan tempat. Waktu menggosok gigi dilakukan sebelum mandi, dan setelah mandi membantu ibu di kamar tidur untuk membersihkan tempat tidur.
Uraian di atas merupakan salah satu cara agar kalimat yang disusun dalam sebuah paragraf padu. Cara yang dapat Anda lakukan agar kalimat-kalimat dalam paragraf yang Anda susun padu adalah dengan (1) mengulang kata atau kelompok kata yang sebelumnya sudah disebutkan dengan kata atau kelompok kata yang sama atau dengan sinonimnya, dan (2) menggunakan kata penunjuk itu, ini, tersebut, atau dengan kata di atas, dan (3) membangun urut-urutan ide. Perhatikan contoh berikut!
Saya merasa stres ketika mendapat tugas mengarang. Saya bingung untuk memulainya. Selain itu, saya sering berhenti ketika mengarang karena kehabisan ide. Kehabisan ide tersebut terjadi karena saya kurang memiliki wawasan yang cukup tentang apa yang saya tulis.
3) Kelengkapan (completeness)
Paragraf dikatakan lengkap apabila dibangun atas beberapa kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik. Paragraf dikatakan tidak lengkap apabila hanya dikembangkan dan diperluas dengan pengulangan-pengulangan, atau kurang memiliki kalimat penjelas yang memadai. Dengan demikian, paragraf yang mengandung unsur kelengkapan selalu dibangun atas beberapa kalimat, bukan satu atau dua kalimat. Paragraf yang hanya memiliki satu atau dua kalimat dapat membuat pembaca merasa kesulitan memahami makna detil dalam paragraf.

4) Urutan (orderly)
Urutan ini berhubungan dengan kalimat-kalimat yang membangun paragraf hendaknya memiliki urut-urutan ide secara logis. Syarat ini mirip dengan kepaduan. Hanya saja, untuk urutan, kalimat yang membangun paragraf hendaknya memiliki keruntunan.

Komponen Paragraf
Komponen paragraf adalah unsur-unsur yang membentuk sebuah paragraf. Komponen yang pertama berupa ide pokok yang dinyatakan dalam kalimat topik dan komponen yang kedua berupa ide penjelas yang dinyatakan dalam kalimat penjelas. Kalimat topik merupakan kalimat yang mengungkapkan ide pokok. Semua penjelasan harus mengacu kepada kalimat topik. Apabila kalimat topik masih bersifat umum perlu dikembangkan dalam pernyataan-pernyataan yang lebih khusus.
Kalimat penjelas merupakan kalimat yang berisi ide penjelas yang berfungsi untuk menjelaskan kalimat topik sehingga terdapat kesatuan dan kepaduan paragraf. Kalimat penjelas dapat berupa rangkaian detil, contoh-contoh, atau fakta-fakta yang dapat digunakan untuk memperjelas kalimat topik. Kalimat-kalimat penjelas tersebut hendaknya disusun dengan urut-urutan logis.

Letak Kalimat Topik
Ka1imat topik dapat terletak pada awal paragraf, akhir paragraf, awal dan dipertegas di akhir paragraf, dan menyebar di seluruh paragraf. Perhatikan contoh-contoh berikut!
1) Ka1imat topik/utama pada awal paragraf
Bagi penulis pemula, penyusunan paragraf yang dimulai dengan kalimat utama merupakan jenis paragraf yang sering dilakukan. Dengan menuliskan kalimat topik terlebih dahulu, penulis dapat lebih mudah mengembangkannnya dengan kalimat-kalimat penjelas yang bisa berupa contoh-contoh, pengembangan dengan sebab-akibat, akibat-sebab, analogi, ataupun dengan generalisasi. Paragraf yang dimulai dengan kalimat topik disebut dengan paragraf induktif. Perhatikan contoh paragraf di bawah ini yang dimulai dengan kalimat topik dan dikembangkan dengan akibat-sebab-akibat.
Perangai Ani sekarang sudah berubah. Pada awalnya Ani memaksakan diri kontrak bersama anak-anak yang kaya. Lalu, ia terbiasa meminta makan makanan anak-anak orang kaya. Ia meminta dibelikan baju seperti milik anak-anak orang kaya. Ia meminta dikirimi uang sebesar kiriman anak-anak orang kaya. Sekarang ia telah bergaya hidup seperti anak orang kaya sehingga orang tuanya tak mampu lagi membiayai sekolahnya.

Paragraf di atas dimulai dengan kalimat topik Perangai Ani sekarang sudah berubah. Perubahan perangai Ani selanjutnya dijelaskan dengan empat kalimat penjelas. Kalimat topik berupa akibat dari kalimat penjelas pertama, sedangkan kalimat penjelas kedua, ketiga, dan keempat merupakan akibat dari kalimat penjelas pertama.

2) Kalimat topik di akhir paragraf
Adakalanya seorang penulis memulai paragrafnya dengan kalimat-kalimat penjelas. Kalimat-kalimat penjelas tersebut bisa berupa fakta-fakta yang akan diakhiri dengan kalimat topik yang berupa kesimpulan. Paragraf seperti ini disebut dengan paragraf deduktif, seperti yang tampak pada contoh berikut.
Pihak yang berkepentingan dan paling utama dalam mengatasi masalah itu adalah orang tua. Selain itu, sekolah juga ikut berperan dalam mengurangi kenakalan remaja, khususnya melalui program BP. Begitu juga masyarakat di lingkungan remaja itu tinggal. Lingkungan yang kurang baik dapat menyeret remaja ke dalam perbuatan yang kurang baik pula, misalnya penyalahgunaan narkoba, tawuran, dan minum-minuman keras. Untuk itu, kenakalan remaja merupakan masalah yang harus menjadi tangung jawab semua pihak.

kalimat topik

3) Kalimat topik di awal dan akhir paragraf
Bukanlah paragraf yang baik apabila di dalamnya terdapat dua kalimat topik. Akan tetapi, tentunya Anda pernah membaca sebuah paragraf yang diawali dengan kalimat topik dan diakhiri dengan kalimat topik pula. Paragraf seperti itu dapat dikatakan baik apabila kalimat topik di akhir paragraf tersebut bukanlah kalimat topik baru, tetapi hanya mengulang atau menegaskan kembali kalimat topik yang ada di awal paragraf. Contoh paragraf seperti itu tampak di bawah ini.
Jakarta sebagai ibukota RI tidak aman karena diduduki tentara Inggris dan tentara NICA yang memancing insiden. Insiden tersebut mengakibatkan ribuan orang menjadi korban. Bahkan, presiden dan wakil presiden beserta keluarganya pindah ke Yogyakarta yang untuk sementara waktu dijadikan ibukota RI. Sultan Hamengku Buwono IX mendukung sepenuhnya pemindahan itu, baik dengan dukungan politik maupun dukungan materi yang tidak terhitung jumlahnya. Memang, tentara Inggris dan NICA-lah yang membuat ibukota RI tidak aman.

4) Kalimat topik menyebar di seluruh paragraf
Ketika Anda membaca sebuah karangan deskripsi (lukisan), Anda tentunya sering merasa kesulitan untuk menemukan kalimat topiknya. Paragraf tersebut bukan berarti tidak memiliki kalimat topik. Paragraf tersebut memang hanya mengandung kalimat-kalimat penjelas. Untuk menemukan kalimat topik pada paragraf tersebut, Anda perlu menyimpulkan isi keseluruhan paragraf tersebut. Dengan demikian, kalimat topik pada paragraf tersebut tersembunyi di antara kalimat-kalimat penjelas yang ada.

Pulau itu memiliki danau yang airnya begitu jernih. Berbagai jenis ikan hidup di dalamnya. Selain itu, di pulau tersebut juga terbentang hamparan sawah yang begitu subur dan hijau. Laut yang jernih dengan gelombang kecil menambah keanggunan pulau tersebut. Belum lagi, air terjun dengan hawa sejuk dapat ditemui di pulau tersebut.

Paragraf di atas merupakan paragraf yang melukiskan keindahan sebuah pulau yang memiliki danau, sawah, laut, dan air terjun yang begitu indah. Paragraf tersebut dikembangkan dengan kalimat-kalimat penjelas. Dengan demikian, apabila Anda mencari kalimat topiknya, Anda dapat menyimpulkan kalimat-kalimat penjelas tersebut, yaitu Keindahah sebuah pulau.

Imron Rosidi (aslinya dari sini)

Wajib Kita Baca: Mahasiswa dan Dosen Kita (Tak) Bisa Menulis?

Thursday, February 23rd, 2012

Tulisan ini saya dapat di Mailing List..
Date: Wednesday, February 22, 2012, 10:46 AM
Reposted by Satrio Arismunandar

Mengapa kita bisa atau tak bisa menulis? Pertanyaan ini sengaja dibuat
untuk menggambarkan bahwa menulis artikel (ilmiah) memang tidak mudah.

Meski ada sedikit yang bisa,
sebagian besar dari kita—siswa, mahasiswa, dan dosen sekalipun— berada
pada kategori kurang bisa sampai pada tidak bisa sehingga takut untuk
mencobanya. Mudah sekali untuk membuktikan itu. Ketika Dirjen Dikti
Kemendikbud membuat surat edaran yang mewajibkan semua lulusan perguruan
tinggi baik jenjang S-1,S-2,maupun S- 3 untuk memublikasikan karya
ilmiah (skripsi, tesis, atau disertasinya) sebagai syarat kelulusan, di
antara mereka banyak yang kaget,“termehek-mehek” dengan reaksi yang
beraneka ragam.

Semua reaksi itu merupakan gambaran bahwa kita
semua,sebagianbesar,tidakdan belum bisa menulis,kecuali mereka yang
bisa,tetapi tidak mau. Dalam tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman
mengapa sebagian besar kita tidak bisa dan sebagian kecil saja yang bisa
menulis.Memang betul kemampuan menulis tidak bisa dikarbit.Kemampuan
menulis untuk kepentingan sebuah publikasi merupakan proses yang
panjang. Ada beberapa syarat penting yang harus dimiliki penulis untuk
menciptakan sebuah tulisan yang baik yaitu knowledge, courage,
experience,dan inspiration.

Karena perlu ada ketiga aspek
penting itulah, seseorang tidak bisa serta-merta selalu siap sedia
dengan stok tulisan ilmiah. Jangankan menulis karya ilmiah kalau tidak
memiliki keempat aspek penting tersebut, saya yakin yang bersangkutan
juga tidak akan bisa menulis di rubrik pikiran pembaca di koran mana
pun. Masih sedikit di antara kita yang bisa menulis ilmiah baik berupa
buku maupun penerbitan ilmiah di berbagai jurnal ilmiah. Itulah sebabnya
Dirjen Dikti Kemendikbud prihatin terhadap begitu rendahnya publikasi
ilmiah di perguruan tinggi kita. Publication index kita saat ini
ketinggalan jauh dibanding perguruan tinggi di Singapura atau bahkan
dengan Malaysia sekalipun.

Ada yang Bisa

Di antara kita
ada yang telah sukses melahirkan tulis-an monumental.Mengapa begitu?
Jawabnya,mereka memang memiliki cukup banyak repertoir pengetahuan
(knowledge) yang diderivasikan dari penguasaan ilmu pengetahuan
tertentu
.Namun, untuk melahirkan sebuah tulisan ilmiah,tak cukup hanya
ada persediaan atau stok pengetahuan dalam kepalanya. Dalam proposisi
ilmiah kondisi ini bisa digambarkan secara lugas: “it is necessary but
not sufficient”.

Masih ada syarat berikutnya yaitu keberanian
(courage)
. Kalau seseorang tidak berani menghadapi bayangan dan perasaan
yang menakut- nakuti akan penerbitan tulisannya di media mana pun,
tentu tidak akan lahir sebuah tulisan yang baik. Faktor berikut yang
bisa mendorong orang bisa atau tidak bisa menulis adalah pengalaman
(experience)
.Pengalaman akan semakin memperkaya kosakata, metafora,
substansi, serta artikulasi materi sehingga yang bersangkutan bisa
menulis dengan gaya dan materi yang mengalir begitu saja bagaikan mata
air yang tak pernah kering.

Pengalaman bisa terkait dengan “jam
terbang”. Meskipun demikian,pengalaman dapat dipercepat tidak harus
sesuai dengan usia kronologis seseorang. Hal ini terjadi karena sumber
informasi di era digital,global,dan virtual ini terbuka lebar tanpa
batas bagi siapa saja. Informasi apa saja saat ini bisa diperoleh di
situs internet yang jumlahnya miliaran, dan setiap hari berkembang
ratusan juta mengikuti prinsip deret ukur. Karena itu, supaya mahasiswa
dan atau dosen bisa menulis dengan baik, rajinlah browsing di bidangnya
masing-masing di banyak situs yang relevan dengan substansi ilmu yang
dikembangkannya.

Komponen penting terakhir yang harus dimiliki
agar mahasiswa atau dosen bisa menulis karya ilmiah ialah dimilikinya
inspirasi (inspiration) yang kuat.Hanya dengan inspirasi, orang akan
bisa melakukan kegiatan menulis secara produktif. Inspirasi bisa lahir
kalau seseorang berada pada kondisi yang bebas tanpa tekanan sehingga ia
memiliki imajinasi yang “liar” yang kemudian ditata menjadi sebuah
inspirasi positif untuk dituangkan dalam sebuah tulisan. Ingat,
imajinasi adalah dasar utama lahirnya semua teknologi penting di dunia
ini.

Sebuah mobil amat sangat mahal, dan di Indonesia masih
jarang ada yang punya kecuali para hartawan, juga lahir dari imajinasi
chief executive officer-nya ketika membesuk koleganya yang dirawat rumah
sakit.Pada saat menunggu, dia, sang CEO itu, melihat seorang anak
larilari bermain di lingkungan rumah sakit.Salah satu dari anak itu
meloncat ke atas meja yang agak tinggi, dan serta merta terjun kembali
karena dikejar kawan-kawannya. Apa pentingnya anak terjun dari meja bagi
CEO itu?

Dia melihat anak itu terjun dari meja dengan gaya
jatuh yang anggun, tanpa ada gerakan menghentak, dan tetap stabil
berdirinya kembali dari posisi: merunduk, jongkok, sampai berdiri tegak
sebagai akibat high impact karena tergesa dikejar kawan-kawan
sepermainannya. Sejak itu CEO itu berimajinasi akan membuat suspensi
mobil dengan prinsip yang memberikan kenyamanan bak anak kecil yang
jatuh dengan sangat anggun dan stabilnya tadi.Singkat cerita,lahirlah
teknologi suspensi, yang mewah, nyaman, dan stabil bagi sebuah mobil
mewah di dunia, dan sangat mahal harganya.

Itulah imajinasi yang
kemudian diolah dan diproses secara kognitif menjadi inspirasi
sebuahrekayasateknologiautomotif yang memiliki unggulan kompetitif.
Prinsip menulis juga seperti itu. Manakala seorang dosen atau mahasiswa
telah memiliki inspirasi yang kuat disertai dengan keberanian untuk
mengomunikasikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, berdasarkan
pengalaman positif selama ini, tak satu pun kekuatan yang bisa mencegah
mereka untuk selalu menulis, dan menulis lagi.

Meski dengan
tulisan itu mereka bisa saja menghadapi berbagai konsekuensi psikologis,
sosiologis, maupun politis kalau saja tulisan itu akhirnya mengundang
pro-kontra dan polemik yang berkepanjangan. Akhirnya, bisa disimpulkan
bahwa kemampuan menulis bukan persoalan apakah seseorang itu pintar atau
tidak secara kognitif semata,tetapi juga menyangkutmasalahkebe-ranian,
pengalaman, dan inspirasi kuat yang bisa muncul di benak para calon
penulis karya ilmiah itu sendiri.

Di era global seperti saat ini
memang kemampuan menulis ilmiah sangat vital bagi para mahasiswa dan
dosen kita. Itulah sebabnya di kampus di mana saya pernah belajar di
Amerika Serikat pada 1980-an, di semua sudut-sudut kampus itu
digelorakan semangat dan visi: Publish or Perish. Semoga kita juga bisa
begitu.●

PROF SUYANTO PHD
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Plt Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud

Lalu, di e-mail yang lain ada salah seorang mailist menanggapi seperti ini:Simplifikasinya mengerikan. Salah satu yg protes kebijakan Dirjen Dikti yg dimaksud adalah Franz Magnis Suseno, melalui artikel di KOMPAS. Kalo protes tsb jg didudukkan krn Rm Magnis tdk bisa menulis, sungguh salah alamat.

Nah, saudara, ini kan yang diomongin kita (dosen) dan mahasiswa kita. yang nulis memang dosen juga tapi yang baca dan nanggapi banyak juga yang bukan dosen. Apa komentar kita?!